Budaya, Upaya Perenungan Makna

Kebudayaan adalah hasil karya manusia baik nyata maupun abstrak yang diturunkan secara turun menurun ke generasi selanjutnya. Kebudayaan tidak membatasi dengan sesuatu hal yang bernuansa tradisional, tetapi semua hal yang mencakup hasil karya dari manusia merupakan sebuah kebudayaan.

Pada tanggal 3 September 2022, saya berkesempatan untuk menyaksikan sebuah pertunjukan. Pertunjukan tersebut adalah fragmen wayang wong Harjuna Wiwaha yang diselenggarakan di Bangsal Srimanganti Kraton Yogyakarta. Sebelum ditampilkannya pertunjukan wayang wong tersebut, saya disuguhkan dengan gemulainya tarian golek ayun-ayun oleh para penari. Kedua pertunjukan tersebut diselenggarakan oleh Akademi Negeri seni dan Budaya Yogyakarta.

Sesuai dengan pembukaan yang disampaikan oleh pemandu acara, pementasan tersebut dipimpin oleh Dr Supadma, M.Hum, disutradarai oleh Drs Supriyanto M.Sn, penata tari oleh Widodo Kusnantyo S.Sn, Ali Nur Sotya M.Sn, Putria Retno S.Sn, Putri Isnaeni M.Pd, dan penata iringan oleh Bayu Purnama, M.Sn. Menurut beberapa referensi yang saya dapatkan, Tarian Golek Ayun-ayun ini merupakan tarian tradisional yang berasal dari kebudayaan Yogyakarta dan sering ditampilakan dalam acara resmi yang diselenggarakan di Keraton Yogyakarta maupun festival budaya untuk menyambut para tamu.

Pada saat tarian ini dipentaskan, banyak sekali pengunjung yang menyaksikan di tepi-tepi pendopo. Pengunjung dalam acara ini tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi banyak juga wisatawan asing yang menyaksikan pertujukan pementasan. Disana mereka terlihat tertarik dengan kebudayaan Indonesia, mereka juga tidak segan untuk mengabadikan momen tersebut dengan kamera ataupun handphone yang mereka bawa. Tarian ini diiringi oleh permainan alunan alat musik gamelan Jawa klasik yang dipadukan dengan harmoni gending Ladrang Ayun-ayun dan suara dari para sinden secara langsung.


(Foto Para Pemain Gamelan dan Sinden)

Dikutip dari laman perpustakaan.id dan seringjalan.com, Tari Golek Ayun-ayun ini memiliki makna yang dapat dikaji. Secara filosofis, Tari Golek Ayun-ayun ini berasal dari kata “Golek” yang dalam berarti ‘mencari’. Kata ‘mencari’ disini menjelaskan tentang seorang gadis Jawa yang sedang dalam tahap remaja sedang mencari jati dirinya dan segera tumbuh menjadi wanita dewasa. Gerakan yang sangat lambat, gemulai dan detail melambangkan para gadis jawa yang bersemangat dalam berdandan dan merias wajah alam fase pencarian jati diri.

Tari Golek Ayun-ayun ini memiliki makna pada setiap gerakan yang dilakukan oleh penarinya, yang terdiri dari tiga bagian utama, yaitu ‘maju beksan’, ‘inti beksan’, dan ‘mundur beksan’. ‘Maju beksan’ merupakan salah satu gerakan awal sebagai wujud rasa hormat kepada raja, petinggi keraton, dan tamu yang disambut. Namun, secara implisit merupakan perwakilan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa. ‘Inti beksan’ merupakan bagian tengah pertunjukan tari yang luwes dan riang gembira. Beberapa inti dari gerakan tersebut antara lain bercermin (ngilo), gerak berbedak (tasikan), memasang sanggul(atrap cundhuk), memasang mahkota (atrap jamang) dan memasang sabuk (atrap slepe). ‘Mundur beksan’ adalah bagian terakhir pada gerakan Tari Ayun-ayun yang ditandai dengan gerakan berjalan (kapang-kapan) kemudian memohon pamit dan melakukan gerakan sila panggung.

(Foto Para Penari Tarian Golek Ayun-ayun)

Para penari tersebut memakai baju adat dan menggunakan beberapa aksesoris seperti gelang pada tangan, bahu, juga memakai kalung, subang, seplok, jebehan, jamang, sinyong, cunduk mendhul.

Setelah pertunjukan tarian tersebut langsung dilanjutkan dengan fragmen pertunjukan wayang wong yang berjudul Harjuna Wiwaha. Pertunjukan ini tidak ditampilkan dengan cerita yang detail tetapi menyeluruh, dikarenakan waktu yang pertujukan kali ini hanya berlangsung 1,5 jam, tetapi tidak mengubah pada inti pertunjukan tersebut.

(Foto Sebagian Para Pemain Wayang Wong Harjuna Wiwaha)

Pada pertunjukan tersebut menceritakan tentang pemberangkatan Begawan Suciptaning atau Harjuna oleh Batara Guru untuk melenyapkan angkara murka Prabu Winatakwaca. Dalam perjalanan mengalahkan Prabu Winatakwaca, Harjuna ditemani oleh Dewi Supraba yang membantu mencari kelemahan Prabu Winatakwaca dengan berpura-pura menjadi istri dari Prabu Winatakwaca. Setelah mengetahui kelemahan dari Prabu Winatakwaca, pertunjukan tersebut menampilakan peperangan antara Harjuan dan para dewa menyerang kerajaan Ima Imantaka. Harjuna dan para dewapun memenagkannya dan Harjuna dinobatkan menjadi Raja di Manik Antaya dengan gelar Prabu Galithi.

Menyaksikan pertunjukan kebudayaan khas indoensia secara langsung merupakan hal yang terkesan baru bagi saya yang terbiasa menotnton acara kebudayaan lewat layar kaca. Hal ini memberikan pengalaman, gambaran dan beberapa renungan baru bagi saya. Dan mungkin beberapa hal-hal penting yang perlu saya persiapkan saat akan menikmati acar kebudayaan.

Hal yang dapat saya ambil dalam acara kebudayaan ini adalah biasakan untuk melakukan studi pustaka atau miminal melakukan mencari informasi mengenai pementasan yang akan dilaksanakan karena hal tersebut sangat membantu kita dalam memahami alur dari cerita tersebut sehingga dapat lebih menikmati pementasan tersebut.

Perenungan saya terhadap pembelajaran mengenai kebudayaan ini, saya sadar bahwa pemahaman tentang budaya yang dulu saya pahami sangatlah sempit karena hanya terkotak-kotak kepada bahasan budaya tradisional, dsb. Namun, ternyata pengertian budaya itu sendiri sangat luas, mulai dari cara berpakaian hingga kebiasaan mengudap dari berbagai negara.

Selain itu, banyak sekali budaya-budaya yang belum saya ketahui. Padahal, untuk melestarikan budaya itu sendiri diperlukan generasi yang tidak hanya sekedar mengetahui tentang budaya tersebut, tetapi dapat memahami makna filosofis dibalik adanya budaya tersebut yang mungkin sengaja diselipkan dalam pertunjukan-pertujukan agar dapat dipahami oleh orang-orang setelahnya. Makna filosofis tersebut tidak hanya relevan pada zaman dahulu, tetapi juga msih relevan di kehidupan modern sekarang. Mungkin kedepannya saya akan mengupas filosofi Jawa yang secara tidak langsung relevan dan bisa dijadikan pemahaman baru dalam menjalani hidup.

Sepertinya untuk cerita kali ini, saya cukupkan sampai di sini dahulu. Stay tuned di artikel kebudayaan dan artikel dengan tema lainnya ya….






Komentar